05 Agustus, 2009

Pertanyaan : Apakah Shalat tasbih dan shalat nisfu sya’ban itu bid’ah ?

kebahagiaan dan Kesejukan Rahmat Nya semoga selalu menaungi hari hari anda dg kebahagiaan,
Saudaraku yg kumuliakan,
Mengenai shalat tasbih, riwayatnya adalah berkata Rasulullah saw kepada Abbas ra : “Wahai Abbas, wahai pamanku, maukah kau kuberi?, maukah kau termuliakan?, maukah kau kuajari keluhuran..?, maka perbuatlah 10 hal, yg jika kau kerjakan maka Allah akan mengampuni dosamu yg pertama dan terakhir, dosa yg terdahulu dan yg baru, yg sengaja dan tak sengaja, yg besar dan yg kecil, yg tersembunyi dan yg terang terangan, 10 bagian yaitu kau shalat 4 rakaat, dan kau membaca pada setiap rakaat surat Fatihah dan surat lainnya,jika selesai dari bacaannya maka bacalah Subhanallah walhamdulilllah walaa ilaha illallah wallahu akbar 15X, lalu……(demikian Rasul saw meneruskan bacaan shalat tasbih sebagaimana kita ketahui).. maka jadilah setiaprakaat 75X dzikir itu, lakukan demikian 4 rakaat, maka lakukanlah jika mampu akan hal itu setiap hari, jika tidak maka setiap jumat sekali, jika tidak maka setiap bulan sekali,jika tidak maka setahun sekali, jika tidak maka seumur hidupmu sekali (HR Sunan Abi Dawud bab shalat tasbih, Mustadrak ala shahihain Bab Shalat Tattawwu’, Fathul Baari Bisyarah Shahih Bukhari Bab Fadhl Attasbih, dll).
Mengenai shalat nisfu sya’ban saya belum menemukan riwayatnya yg shahih dan tsigah, namun kita lebih percaya pada parea Kyai kita daripada mereka yg dangkal dalam ilmu hadits
jikapun hal itu bid’ah, maka tentunya Bid’ah hasanah, Shalat sunnah boleh dil;akukan kapan saja, maka jika memperbanyak ibadah di malam nisfu sya’ban dengan memperbanyak shalat, apakah salahnya?
salahkan orang memperbanyak sujud dimalam itu?
sebagaimana riwayat shahih ketika Imam Masjid Quba mengada ada dengan membaca surat alikhlas pada setiap rakaat setelah fatihah baru kemudian surat lainnya,
maka makmumnya memprotesnya, kenapa surat al ikhlas disederajatkan dg fatihah??
maka imam itu keras kepala dan tak mau merubahnya, kabar disampaikan pada Rasul saw, dan Rasul saw memanggilnya dan menanyakannya, maka Imam Masjid Quba menjawab tanpa dalil, seraya berkata : “Aku mencintai surat Al Ikhlas.., maka Rasul saw bersabda : cintamu pada surat al ikhlas akan membuatmu masuk sorga” (Shahih Bukhari).
jelas sudah, Rasul saw tak menyalahkan orang yg membuat buat suatu hal yg beliau saw tak ajarkan, selama hal itu baiik, berikut masalah Bid’ah hasanah :
BID’AH





Selengkapnya...

Siapkan diri menyongsong ramadhan

Dalam kitab “Baina Yadai Ramadlan” disebutkan, bahwa di bulan Sya’ban inilah, -tepatnya tahun ke dua hijriyah-, penentuan arah Qiblat itu ditetapkan. Dimana sebelumnya, selama tujuh belas bulan berada di Madinah, Nabi SAW ketika sholat menghadap Al-Quds (Baitul Maqdis di Palestina), tetapi kemudian Allah SWT mengabulkan keinginan hati Nabi SAW, sehingga menghadap Qiblatnya berpindah ke arah Ka’bah (Masjidil Haram di Makkah Al-Mukarramah). Sebagaimana sebab turunnya surat al-Baqarah, ayat 144: “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke Qiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram”.


Itu di antara nilai sejarah yang ada di bulan Sya’ban. Berikut ini adalah pembicaraan berkenaan dengan bulan Sya’ban, serta fadlilah (keutaman)nya:

Bulan yang sangat digemari Nabi untuk berpuasa.
Diriwayatkan dari Aisyah RA, berkata; “Saya tidak melihat Rasulullah SAW berpuasa lengkap sebulan penuh kecuali di bulan Ramadlan. Dan saya tidak melihat yang banyak dipuasani Rasulullah SAW kecuali di bulan Sya’ban”. HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan lainnya.
Shahabat Anas bin Malik RA juga meriwayatkan, bahwa “Rasulullah SAW itu puasanya sedang-sedang aja, antara puasa dan tidaknya secara berimbang, di sepanjang tahunnya. Namun, ketika masuk bulan Sya’ban beliau tampak kelihatan rajin dalam menekuni puasanya”. HR Imam Ahmad dan Thabrani.
Dalam hal ini, Imam Ibnu Hajar menjelaskan hadits yang disebutkan di atas, bahwa hampir hari-hari di bulan Sya’ban ini dipuasani oleh Rasulullah.[1]

Merangkaikannya dengan Ramadlan.

Dari Aisyah RA berkata bahwa; “Di antara bulan-bulan yang sangat dicintai Nabi dalam melakukan puasa adalah di bulan Sya’ban, lalu menyambungkannya dengan bulan Ramadlan”. HR. Abu Dawud.

Allah SWT telah memproklamirkan Pengampunan-Nya.

Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal RA bahwa Rasulullah SWT bersabda; “Pada malam Nisfu Sya’ban (pertengahan bulan Sya’ban), Allah SWT akan mengumumkan kepada sekalian manusia, bahwa Ia akan mengampuni orang-orang yang mau beristighfar (minta ampunan-Nya), kecuali kepada orang-orang yang menyekutukan-Nya, juga orang-orang yang suka mengadu domba (menciptakan api permusuhan) terhadap saudara muslim”. HR. Al-Thabrani dan Ibnu Hibban.
Dalam riwayat lain dari Aisyah RA, disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda; “Malaikat Jibril telah datang kepadaku, seraya berkata (memberikan informasi): Malam ini adalah malam Nisfu Sya’ban. Dan pada malam ini pula Allah akan membebaskan hamba-hamba-Nya dari api neraka. Namun Allah SWT akan membiarkan enam kelompok manusia tetap dalam neraka, karena telah melakukan dosa-dosa besar, yaitu:
1. orang yang menyekutukannya (syirik),
2. orang yang suka mengadu domba (menciptakan api permusuhan) terhadap saudara muslim.
3. orang yang memutuskan tali shilaturrahmi (hubungan kekerabatan).
4. orang yang sombong, yang berjalan dengan penuh keangkuhan.
5. orang yang durhaka terhadap kedua orang tuanya.
6. orang yang kecanduan minuman keras”. HR. Baihaqy.

Amal Perbuatan manusia akan dilaporkan ke hadiran Allah SWT.

Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid RA berkata, “Wahai Rasulullah, saya lihat anda lebih bersemangat (lebih rajin) berpuasa di bulan Sya’ban ini, dibanding bulan-bulan lainnya. Mengapa (ada apa gerangan)?”. Nabi menjawab; “Karena Sya’ban ini bulan agung, yang banyak dilupakan orang. Padahal, di bulan inilah amal perbuatan manusia akan dinaikkan (dilaporkan) ke hadirat Allah. Kerena itu, saya ingin (lebih senang) bila di saat amalan-amalan itu diangkat (dihadirkan) kepada Allah, kondisi saya dalam keadaan puasa”. HR Nasa’i.[2]
Berkaitan dengan ini, para ulama menjelaskan akan perhatian dan begitu antusiasnya Nabi di bulan Sya’ban, dalam rangka menyambut bulan suci Ramadlan. Diantaranya, bila digambarkan adalah sbb:

Perhatian dan sayang Nabi SAW terhadap isteri-isterinya.

Imam Ibnu Hajar menyebutkan, bahwa di antara hikmah (rahasia, mengapa) Rasulullah SAW memperbanyak puasanya di bulan Sya’ban adalah karena isteri-isterinya banyak yang menuntaskan tanggungan (menjalankan qadla puasa Ramadlan, karena berhalangan, haidl dan sebab-sebab lain) di bulan Sya’ban ini. Jadi, Nabi SAW tidak ingin terlalu merepotkan isteri-isterinya, kecuali menghormati dan bahkan menemani aktifitas ritual yang sedang dijalankan isteri-isterinya. Luar bisa, sikap dan cara Nabi SAW dalam memberikan semangat atau support terhadap isteri-isterinya.

Waktu yang sangat tepat untuk mengevaluasi diri.

Adalah pesan shahabat Umar RA, agar kita selalu berintropeksi terlebih dahulu. Beliau mengingatkan, “Hasibu Anfusakum Qabla An-Tuhasabu, Wa-Zinu A’malakum Qabla An-Tuzanu ‘Alaikum”. Makanya, alangkah baiknya bila kesempatan di bulan Sya’ban ini kita bisa mengevaluasi diri, bisa berintropeksi apa yang telah perbuat sepanjang tahun ini. Kita telah melalui dengan bagaimana, apa yang telah kita kerjakan, serta dengan aktifitas apa saja selama ini. Sudahkah kita mengindahkan antara hak dan kewajiban kita. Bukankah kita telah banyak alpa kepada Allah, ataupun khilaf kita kepada sesama manusia.
Terlalu banyak, -dan kita tidak pernah akan sanggup menghitung- kasih sayang, nikmat dan anugerah yang Allah SWT berikan kepada hamba-Nya. Kita ini telah banyak dikaruniai kesehatan, ketenangan, rasa aman dan hidup nyaman. Namun, sering lengah terhadap kehadiran Allah SWT. Berapa banyak dosa yang telah kita perbuat. Apakah selama ini, kita telah menjalankan perintah-Nya dengan baik dan benar. Sadarkah, bahwa kita sering “bolang-bolong”, menyepelekan ibadah, menggampangkan sholat lima fardlu, dsb. Sudah sebanding/berimbangkah antara kenakalan dan ampunan yang kita harapkan. Apakah sudah diimbangi dengan ketundukan kita kepada-Nya. Dalam istilah Ustadz Nakip Pelu; “Repotnya, mengapa kita ini hanya selalu Nasta’iin (minta pertolongan, minta ini-itu, dst), tanpa diimbangi dengan Na’budu (beribadah yang baik dan benar)”. Mestinya, kita tahu diri dan malu ketika hanya “Nosto’an-Nasta’in” melulu, tanpa pernah mau meningkatkan “Na’bud”nya. Maka dari itu, pada bulan inilah sangat layak untuk merenungkan, apakah kita telah memenuhi wajiban kita sebagai hamba yang baik, dan pandai bersyukur?
Lalu, terhadap manusia dan sesama saudara muslim, apakah juga telah penuhi hak-haknya? Bukankah kita pernah menyakitinya, menaruh curiga terhadapnya, mengumpat dan menggunjingya, dst? Baik yang disengaja, ataupun tidak. Kesemuanya perlu dibersihkan, untuk menghadap Allah SWT dengan kondisi yang suci, sehingga kita bisa lebih dapat meraih Ramadlan yang berkwalitas.

Menjadikannya sebagai tahap persiapan mental (pemanasan).

Disamping itu, bulan Sya’ban juga sangat baik dijadikan sebagai tahap persiapan, sehingga ketika masuk bulan suci Ramadlan telah siap dan terbiasa untuk memaksimalkan sajian, fadlilah dan kemurahan Allah SWT, dan lebih meningkatkan kwalitasnya di bulan suci Ramadlan nantinya.
Karena itu, pada masa persiapan ini, kita mestinya –sebisa mungkin- mampu menghadirkan hati yang suci, lisan yang tidak henti-hentinya berdzikir, juga jiwa yang siap “berharap” pada ridla Allah SWT. Sehingga dengan persiapan yang cukup matang ini, -yang telah dimulai sejak di bulan Sya’ban, sebagaimana Nabi SAW dalam mempersiapkan dirinya- kita akan lebih bisa menjalani puasa ini dengan penuh berisi dan berkwalitas, dan nantinya kita bisa berharap lebih optimis untuk mendapatkan ridla-Nya. Bagaimana tidak, karena kita telah puasa dengan yang sebenar-benarnya. Puasa yang tidak hanya sekedar meninggalkan makan dan minum, tetapi juga mampu mengendalikan godaan nafsu dan syahwat selama berpuasa.

Selengkapnya...

Menyambut Ramadhan (1) Amalan Bulan Sya’ban

Saudara-saudara seiman !!!
Mari kita sambut bulan Ramadhan yang penuh berkah mulai bulan Sya'ban ini. Kita persiapkan diri kita baik fisik dan rohani untuk bulan yang penuh karunia tersebut.

Mempersiapkan rohani kita adalah dengan mulai mempelajari hal-hal penting yang perlu kita amalkan selama bulan tersebut. Kita buka kembali pelajaran fiqhus-syiyam kita, yaitu fikih berpuasa yang benar dan sesuai ajaran. Kita sadarkan diri dan kesadaran kita akan pentingnya bulan tersebut bagi agama dan keimanan kita.


Secara fisik, kita juga harus mempersiapkan diri di bulan ini dengan melatih diri memperbanyak ibadah dan khususnya puasa. Itulah salah satu hikmah kita dianjurkan memperbanyak puasa pada bulan Sya'ban ini. Dan di bulan Sya'ban ini juga ada malam nisfu sya'ban, yaitu malam pertengahan bulan Sya'ban. Lepas dari kuat tidaknya dalil mengenai amalam pada malam tersebut, namun malam itu bisa kita jadikan waktu pengingat kembali akan persiapan-persiapan kita dalam menyambut bulan Ramadhan yang penuh maghfirah. Berikut ini hadist-hadist seputar keutamaan bulan Sys'ban semoga bisa kita baca dan amalkan:
Dari Aisyah r.a. beliau berkata:"Rasulullah s.a.w. berpuasa hingga kita mengatakan tidak pernah tidak puasa, dan beliau berbuka (tidak puasa) hingga kita mengatakan tidak puasa, tapi aku tidak pernah melihat beliau menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali bulan Ramadhan dan aku tidak pernah melihat beliau memperbanyak puasa selain bulan Ramadhan kecuali pada bulan Sya'ban". (h.r. Bukhari). Beliau juga bersabda:"Kerjakanlah ibadah apa yang engkau mampu, sesungguhnya Allah tidak pernah bosan hingga kalian bosan".
Usamah bin Zaid bertanya kepada Rasulullah s.a.w.:'Wahai Rasulullah, aku tidak pernah melihatmu memperbanyak berpuasa (selain Ramadhan) kecuali pada bulan Sya'ban? Rasulullah s.a.w. menjawab:"Itu bulan dimana manusia banyak melupakannya antara Rajab dan Ramadhan, di bulan itu perbuatan dan amal baik diangkat ke Tuhan semesta alam, maka aku ingin ketika amalku diangkat, aku dalam keadaan puasa". (h.r. Abu Dawud dan Nasa'i).
Dari A'isyah: "Suatu malam rasulullah salat, kemudian beliau bersujud panjang, sehingga aku menyangka bahwa Rasulullah telah diambil, karena curiga maka aku gerakkan telunjuk beliau dan ternyata masih bergerak. Setelah Rasulullah usai salat beliau berkata: "Hai A'isyah engkau tidak dapat bagian?". Lalu aku menjawab: "Tidak ya Rasulullah, aku hanya berfikiran yang tidak-tidak (menyangka Rasulullah telah tiada) karena engkau bersujud begitu lama". Lalu beliau bertanya: "Tahukah engkau, malam apa sekarang ini". "Rasulullah yang lebih tahu", jawabku. "Malam ini adalah malam nisfu Sya'ban, Allah mengawasi hambanya pada malam ini, maka Ia memaafkan mereka yang meminta ampunan, memberi kasih sayang mereka yang meminta kasih sayang dan menyingkirkan orang-orang yang dengki" (H.R. Baihaqi) Menurut perawinya hadis ini mursal (ada rawi yang tidak sambung ke Sahabat), namun cukup kuat.
Dalam hadis Ali, Rasulullah bersabda: "Malam nisfu Sya'ban, maka hidupkanlah dengan salat dan puasalah pada siang harinya, sesungguhnya Allah turun ke langit dunia pada malam itu, lalu Allah bersabda: "Orang yang meminta ampunan akan Aku ampuni, orang yang meminta rizqi akan Aku beri dia rizqi, orang-orang yang mendapatkan cobaan maka aku bebaskan, hingga fajar menyingsing." (H.R. Ibnu Majah dengan sanad lemah).
Ulama berpendapat bahwa hadis lemah dapat digunakan untuk Fadlail A'mal (keutamaan amal). Walaupun hadis-hadis tersebut tidak sahih, namun melihat dari hadis-hadis lain yang menunjukkan kautamaan bulan Sya'ban, dapat diambil kesimpulan bahwa malam Nisfu Sya'ban jelas mempunyai keuatamana dibandingkan dengan malam-malam lainnya.
Bagaimana merayakan malam Nisfu Sya'ban? Adalah dengan memperbanyak ibadah dan salat malam dan dengan puasa. Adapun meramaikan malam Nisfu Sya'ban dengan berlebih-lebihan seperti dengan salat malam berjamaah, Rasulullah tidak pernah melakukannya. Sebagian umat Islam juga mengenang malam ini sebagai malam diubahnya kiblat dari masjidil Aqsa ke arah Ka'bah.
Jadi sangat dianjurkan untuk meramaikan malam Nisfu Sya'ban dengan cara memperbanyak ibadah, salat, zikir membaca al-Qur'an, berdo'a dan amal-amal salih lainnya. Wallahu a'lam


Selengkapnya...

Malam Nisfu Sya'ban


Ada sebuah hari yg jika amal baik banyak dilakukan padanya maka kita akan mendapatkan pahala yang mempunyai nilai lebih. Hari itu adalah pertengahan bulan Sya’ban. Terutama pada malamnya. Penyusun kitab Durratun Nasihin menukil sebuah hadits yang mengatakan, “Tahukah kalian, mengapa dinamakan Sya’ban? Para Sahabat menjawab, Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui. Rasulullah Saw kemudian menyambung, ; Karena padanya terdapat banyak kebaikan”. (Durratun Nasihin, Utsman bin Hasan Al-Khaubawi, hal 207).
Berkata Al-Imam As_Syafi’i ra, “Sampailah kepadaku bahwasanya do’a mudah mendapatkan ijabah pada lima buah malam. Yaitu ; malam Jum’ah, dua buah malam ‘id, permulaan malam Rajab dan Nisfu Sya’ban (malam pertengahan Sya’ban)” (Raudhatut Thalibin Wa ‘Umdatul Muftin, hal 172).



Dalam sebuah hadits riwayat Abi Hurairah yang lumayan panjang, disebutkan bahwasanya Malaikat Jibril as mendatangi Rasulullah Saw dimalam Nisfu Sya’ban. Beliau mengatakan bila pada tiap – tiap malam Nisfu Sya’ban dibuka oleh Allah Swt sebanyak 300 pintu rahmat. Dan Allah Swt memberikan pintu ampunan didalamnya kepada siapa saja yang mampu memanfaatkan malam tersebut dengan berbagai amal kebaikan. Terkecuali ada beberapa golongan yang terhalang karena perbuatan – perbuatan mereka sendiri. Diantara mereka yang terhalang itu ialah kalangan musyrikin, pelaku sihir, para dukun, penyuka miras dan narkoba, pezina, pemakan harta riba, pendurhaka kedua orang tua, penyebar adu domba (fitnah) dan para pelaku penggugur kandungan.
Ada beberapa cara menurut tuntunan ulama Syafi’iyyah untuk menghidupkan malam Nisfu Sya’ban. Diantaranya dengan menjalankan beberapa ibadah shalat sunnah ma’tsurah (yang ada tuntunan kesunahannya jika dilaksanakan menurut Al-Hadits). Salah satu diantara beberapa shalat sunnah yang dianjurkan untuk dikerjakan pada malam tersebut adalah Shalat Sunnah Tasbih. Karena pahala mengerjakan shalat sunnah tasbih sungguh besar. Kesunnahan mengerjakan shalat tasbih ada disebutkan dalam beberapa kitab Hadits. Diantaranya adalah Sunan Abi Dawud (hadits no 1105), Sunan Ibnu Majah (hadits no 1377), As_Sunanul Kubra lil Baehaqi (Juz 3, hal 51), Al-Mustadrak ‘Ala Shahihain lil Hakim (hadits no 1141), Al-Mu’jamul Kabir Lith Thabrani (hadits no 11457), Shahih Ibnu Khuzaemah (hadits no 1149).
Sebenarnya shalat sunnah tasbih ini tidak hanya disunnahkan untuk dikerjakan pada tiap – tiap malam nisfu sya’ban saja. Apabila setiap muslim mau mengerjakan shalat tasbih tiap hari maka itu sungguh amal ibadah yang lebih baik. Jadi janganlah kita salah i’tiqad. Keliru jika ada orang berpemahan bahwa khusus untuk malam Nisfu Sya’ban disunahkan mengerjakan shalat sunnah tasbih. I’tiqad yang benar adalah bahwa shalat sunnah tasbih itu disunahkan oleh Rasulullah Saw untuk dikerjakan setiap hari. Kalau ada seorang muslim yang mau mengerjakan shalat tasbih pada tiap – tiap malam maka itu sungguh perbuatan yang mulia dan besar pahalanya. Termasuk diantaranya jika dikerjakan pada malam Nisfu Sya’ban.
Fadhilah atau pahala shalat sunnah tasbih menurut hadits yang terdapat dalam kitab – kitab diatas adalah barangsiapa mau mengerjakannya maka ia akan diampuni dosa – dosanya oleh Allah Swt, baik yang disengaja ataupun tidak. Dan anjuran Rasulullah Saw sendiri mengatakan bahwa jika mampu kerjakanlah tiap hari, bila tidak mampu tiap hari maka kerjakanlah tiap jum’ah sekali, bila tidak mampu tiap jum’ah sekali maka kerjakanlah sebulan sekali, bila tidak mampu tiap bulan sekali maka kerjakanlah setahun sekali dan bila tidak mampu setahun sekali maka kerjakanlah walau seumur sekali.
Oleh karenanya Jumhur Ulama Syafi’iyyah tidaklah sepakat terhadap kalangan yang menghidupkan malam Nisfu Sya’ban dengan cara mengerjakan Shalat Raghaib 100 reka’at apalagi secara berjama’ah. Karena hal tersebut tidak berdasarkan nash yang sharih serta shahih. Fatwa larangan terhadap shalat raghaib 100 rekaat pada malam Nisfu Sya’ban tersebut ada di beberapa kitab Fiqh Syafi’iyah. Diantara itu misalnya dalam Kitab I’anatuth Thalibin termaktub sbb ;

Artinya, “Berkata muallif dalam Irsyadul ‘Ibad ; Dan sebagian dari perbuatan bid’ah yang tercela dimana pelaku berdosa bila mengerjakannya serta wajib bagi penguasa untuk melarang pengerjaannya ialah ; Shalat Raghaib 12 reka’at antara maghrib dan ‘isya pada permulaan awal Jum’ah bulan Rajab, Shalat Nisfu Sya’ban sebanyak 100 rekaat, Shalat di Akhir Jum’ah bulan Ramadhan sebanyak 17 rekaat dengan niat meng-qadha shalat wajib yang tidak ditunikannya dan Shalat pada hari ‘Asyura sebanyak 4 rekaat atau lebih” (lih, I’anatuth Thalibin, Juz 1 hal 312).
Adapun kaefiyah mngerjakan shalat sunnah tasbih adalah dikerjakan dalam 4 reka’at. Tiap – tiap dua reka’at salam sekali. Dan pada tiap – tiap reka’at membaca Al-Fatihah serta Surah Al-Qur’an yang disukai. Setelah selesai membaca suratan kemudian membaca kalimah tasbih seperti dibawah ini sebanyak 15 kali. Bacaan tasbihnya adalah ;

(Subhanallah walhamdu lillah wala ilah illallahu wallahu akbar)
Lalu sesudah itu ruku’ dan membaca tasbih 10X. Kemudian I’tidal dan membaca tasbih 10X. Demikian dan seterusnya tiap – tiap selesai pada tataran yang ada dalam shalat sesudahnya membaca tasbih masing – masing 10 kali. Jadi bacaan tasbih yang dibaca 15 kali hanya sesudah membaca Al-Fatihah dan suratan.
Sesudah selesai mengerjakan shalat tasbih, perbanyaklah dzikir dan doa. Diantara doa yang sering dibaca pada malam Nisfu Sya’ban adalah doa :

Namun doa diatas sifatnya tidaklah mengikat. Silahkan pilih doa – doa yang anda sukai dan berkesan dihati sehingga anda benar – benar dapat merasa tengah mengadu kepada Dzat Yang Maha Kuasa.
Demikian uraian singkat ini semoga bermanfaat.


Selengkapnya...