29 April, 2009

Adil Dalam Pemikiran

Kata adil yang diambil dari bahasa Arab ‘adl,.Dilihat dari akar kata bahasa Arabnya kata ini mempunyai banyak makna yang berbeda-beda. Ia disebut seimbang (sawiyyah: equity) diantara dua pihak. Seimbang di sini tidak selalu sama antara dua pihak tersebut secara kuantitatif, tapi lebih kepada proporsional dan profesional yang menyebabkan perlakuan adil, keadilan (al’adalah: Justice), terhadap pihak-pihak yang terlibat dan tidak hanya pada satu ketika saja, tapi di setiap waktu selalu berbuat lurus dan jujur, yakni makna lain dari kata itu adalah ‘kelurusan dan kejujuran’(istiqamah: rectitude). Dalam perilaku adil yang diistiqamahkan itu menampakkan suatu kesederhanaan, kewajaran, dan tidak berlebihan (al-qasd fi al-umur dan al-tawassuth), sehingga orang adil itu disebut juga bijaksana (hakim) yang diambil dari hikmah (wisdom). Bahkan Allah Swt menyebut orang adil dengan dzawai adl, yakni bisa diartikan dengan yang punya akal, dzawai aql, karena seorang tidak akan disebut bijak jika tidak punya akal, dan akal itu juga tidak saja bermakna rasio sebagaimana konsepsi orang Barat, tapi intellect yang mempersepsikan manusia yang utuh, yang tidak sekedar fisik material tapi juga mental (jasad dan ruh).

Dari konsepsi linguistik di atas, maka wajar apabila keadilan yang bertalian dengan kebijaksanaan itu kemudian dirumuskan oleh para ulama dahulu dengan definisi a harmonious condition of things in their right and proper places (wadhâu syai in fi mahallihi). Kalau dalam bahasa kita disebut dengan menempatkan sesuatu sesuai tempat yang betul dan tepat.

Al-Jurjani dalam al-Ta’rifat-nya menyebutkan bahwa adil itu suatu kondisi di antara ifrat dan tafrit. Bagi ulama fikih, menurutnya juga, ia bermakna menjauhi diri dari dosa-dosa besar; tidak selalu melakukan dosa-dosa kecil; perbuatan yang kebanyakannya benar; meninggalkan perbuatan-perbuatan murahan, seperti kencing dan makan di jalan. Bahkan secara syariat ia merupakan kondisi istiqamah pada yang benar (haq) dengan meninggalkan segala sesuatu yang dibenci agama (syariat).

Ada beberapa penggunaan adl dalam Al-Quran yang bisa juga menjadi acuan makna. Menurut Sa’id bin Jubair untuk merespon apa yang ditulis Abd. Malik, mengatakan ada empat penggunaan makna dalam Al-Quran, yakni adil dalam hukum, adil dalam perkataan, adil berupa fidyah, dan adil bermakna musyrik (tsumma allazina birabbihim yaâdilun).

Yang perlu penulis garis bawahi di sini adalah adil dalam perkataan. Perkataan atau dalam bahasa dikenal dengan qaul adalah kemampuan berucap pada manusia yang dianugerahi Allah swt sebagai forma eksistensi makhluk-Nya yang terbaik (ahsan taqwim). Ia juga mengonsepsikan dzu nuthq, suatu kemampuan dan kekuatan manusia untuk memformulasikan makna dari database ‘aql pada dirinya menjadi kata-kata. Karena adanya kemampuan itulah kemudian manusia disebut ‘aqil. Sebagai akar kata dari akal, kata Arabnya aqala mempunyai makna ikatan (binding atau witholding), yang dalam konteks ini, dalam diri manusia terdapat mekanisme pengikat pengetahuan manusia yang dikenal dengan kata qawl (word). Sehingga kemampuan dan kekuatan berkata-kata itulah yang menyebabkan manusia pantas kalau seandainya ia digelari dengan ‘aqil, ‘adil, hakim, ‘abid, ‘alim, dan lain sebagainya.

Makna keadilan dalam Islam adalah beristiqamah di jalan yang haq, dus, maka fungsi akal manusia untuk mengenali dan mangakui yang benar itu ketika lahir di dunia ini dan selalu beristiqamah di jalannya. Orang yang mengenali lalu mengakui kebenaran itulah yang kemudian dikatakan adil. Yakni ia mampu menempatkan dirinya sesuai dengan yang pernah dijanjikan dan disepakati oleh manusia sebelum eksis di dunia (pre-existence). Maka konsep manusia (Arab: al-insan, English: man) menurut perspektif Islam, yang adil, berpikir bijak, menjadi penting dipahami sejak ia sebelum lahir ke dunia hingga eksis saat ini. Mengapa? Karena jika tidak demikian, lalu manusia hanya dipahami sebagai hasil dari proses evolusi sejarah, mengikuti konsepsi progres, development dan evolution-nya Barat, maka manusia hanya sekedar fisik yang hanya mengikuti perkembangan zaman saja, tanpa mengetahui dan mencoba mengerti bahwa ada the Great designer yang mengcreat dirinya dan alam sekitarnya. Akibatnya, terjadilah pemahaman manusia yang simplistis materialistis yang pada saat ini mengideologi sebagai cara pandang hidup (world view) dan menjadi tren masyarakat kontemporer.

Manusia dan Keadilan

Spesies manusia yang dikenal dengan al-insan, al-nas, al-ins berulang kali disebutkan dalam Al-Quran, yang masing-masing 65 kali, 240 kali dan 18 kali dengan berbagai varian konteks dan makna yang dipancarkan dari kata itu.

Kalau dirujuk ke akarnya, kata ini berasal dari nasiya, yansa (melupakan). Memang manusia punya karakter pelupa di setiap waktu dan tempat. Manusia pun suka melupakan janji yang diucapkannya sebelum ia lahir di depan Allah swt. Ini mengilustrasikan bahwa penciptaan manusia itu mengalami dua tahap. Tahap pertama adalah tahap ghaib dan tahap kedua tahap biologis. Tahap pertama hanya diketahui manusia melalui pesan-pesan wahyu dan yang kemudian dipahami manusia melalui pengalaman dan juga ilmu sains.

Tahap pertama adalah tahapan azali, yang prosesnya secara berkala diceritakan dalam Al-Quran dari pada tiada menjadi ada (ex nihilo); dari tin, turath, salsal dan hamai masnun. Allah Swt sendiri yang meniupkan ruh kepadanya. Itulah insan yang dicipta sebaik-baik rupa oleh Allah dan paling dimuliakan. Pada tahap ini para malaikat diperintahkan sujud kepada yang namanya Adam. Kemudian tahap kedua adalah tahap biologis bagaimana manusia dilahirkan oleh pasangan suami dan istri. Pada tahap ini kejadian manusia memang bisa dipelajari secara biologis mengikut kejadiannya yang juga biologis. Pengetahuan tentang yang kemudian ini tidak perlu wahyu dari Allah, cukup observasi dan eksperimen saja, walaupun wahyu juga telah menyebutkannya secara global. Namun pengetahuan yang pertama tidak bisa disentuh dengan eksperimental saintifik, tapi melalui khabar shadiq yang telah Allah sampaikan kepada nabi-Nya.

Setelah manusia dikonsepsikan tidak saja sebagai aspek fisik tapi juga non-fisik dengan segala tugas-tugas dan hak-haknya, sebagaimana sejarah penciptaannya di atas, maka dalam konteks keadilan yang kita diskusikan dalam paper ini akan menemukan sinkronisasi dengan barometer keadilan yang bisa kita rumuskan, mengikuti konsepsi keadilan di atas, dengan beberapa barometer yang umum dipakai dalam tradisi Islam, sebagaimana berikut: pertama, menempatkan sesuatu pada tempat yang sesuai, tepat dan benar; kedua, mencari atau mengenali dan mengakui kebenaran (al-Haq); ketiga, beristiqmah dalam kebenaran tersebut.

Lawan kata dari adil, sebagaimana dipahami pada umunya, adalah zalim (dzalim), yakni menempatkan sesuatu dilain tempatnya, tidak mau tahu dengan yang hak dan sikapnya mencla-mencle atau plin-plan. Dengan demikian, orang zalim adalah orang yang tidak adil; selalu berbuat kesewenang-wenangan (al-jauru) dan melanggar batas-batas kebenaran (mujawazat al-had). Dalam kondisi ekstremnya, pelaku kezaliman ini disinyalir oleh Al-Quran sebagai pencampur aduk keimanan dengan kezaliman (ilbas al-iman bi zulmin). Kezaliman dimaksud adalah kesyirikan, sebagaimana disebut dalam tafsirnya. Bahkan Allah Swt menyebut Syirik itu sebagai kezaliman yang luar biasa (zulmun adzim). Itulah zalim yang juga mempunyai arti menyimpang dari tujuan semula. Bahasa kontemporernya missorientation, hilang halatuju. Atau bahasa jawanya tak jelas juntrungan.

Adil dalam Menyikapi Suatu Produk Pemikiran

Setiap hasil dari suatu pemikiran, dalam konteks yang global, pasti ia mempunyai tradisi, kultur, cara-cara khas yang dimiliki persekitaran dan lingkungan di mana produk pemikiran itu muncul. Jika dikaitkan dengan suatu peradaban manusia yang juga mempunyai produk-produk pemikiran, maka di sanalah terdapat cara pandang dan mekanisme kerja berpikirnya masing-masing yang kadang ada persamaan, perbedaan dan tarik menarik antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, produk pemikiran adalah hasil worldview masing-masing peradaban dengan keunikannya masing-masing.

Sebagai contoh yang cukup representatif penulis kemukakan pemikiran Islam dan Barat. Keduanya mempunyai cara pandangnya yang berbeda; keduanya menghasilkan peradaban yang sama-sama mepengaruhi dunia saat ini. Kadang juga antara keduanya saling meminjam istilah dan adopsi serta adaptasi konsep-konsepnya. Bahkan keduanya mempunyai mekanisme yang canggih sendiri-sendiri.

Untuk berbuat adil terhadap produk pemikiran, Islam dan Barat, perlu dan sebaiknya memahami keduanya sebagai suatu peradaban. Sedangkan matrik ukur setiap peradaban adalah world view, cara pandang terhadap segala sesuatu, agama atau kepercayaan. Dalam world view itu ada konsep-konsep penting yang membentuk sebuah framework berpikir yang tidak sama antar satu peradaban dengan yang lainnya. Dan Islam secara diametral bertentangan dengan world view Barat Liberal. Oleh karenanya, memahami identitas Islam dan Barat menjadi lebih kompleks dan komprehensif apabila dipahami dalam konteksnya masing-masing dan di sanalah kita meletakkan konsep-konsep dalam world view keduanya secara berhadapan-hadapan. Setelah itu baru kita menganalisisnya secara adil, cerdas dan bertanggungjawab.

Ada beberapa elemen pandangan hidup yang penting untuk dianalisis di setiap peradaban dan elemen-elemen itulah kemudian yang mempengaruhi cabang pemikiran dibawahnya (sub-issues). Para cendekiawan memang tidak sama dalam merumuskan apa saja elemen-elemen itu, namun walaupun elemen-elemen itu berbeda tapi berdekatan dan bisa dirumuskan. Thomas Wall, Niniam Smart, Naquib Al-Attas, ketiganya mempunyai rumusan yang berbeda-beda mengenai elemen world view tersebut. Namun dari ketiganya, kalau diidentifikasi lebih jauh, mempunyai kesamaan dalam 5 elemen penting pandangan hidup setiap peradaban. Lima elemen penting tersebut meliputi’ konsep Tuhan, konsep realitas, konsep ilmu, konsep etika atau nilai dan kebajikan, dan konsep tentang diri manusia.

Dari elemen penting pandangan hidup di atas, penulis ingin mengangkat salah satu saja yaitu konsep ilmunya. Ini penting untuk dikemukakan karena selama ini konsep tentang ilmu ini telah bercampur aduk dan sering secara tidak adil dipahami dan diterapkan dalam dunia praktis secara saling bertukar tempat. Konsep ilmu yang dimaksud di sini adalah apa yang di Barat dikenal dengan epistemologi. Namun karena epistemologi pembahasannya terlalu luas dan kompleks, maka penulis ingin melihat sains kontemporer sebagai produk suatu epistemologi dari sebuah peradaban sebagai contohnya.

Sains dan Ketidakadilan

Salah kasus bentuk ketidakadilan adalah menempatkan sains dalam ilmpu pengetahuan. Sains (science) yang diambil dari bahasa Latin scio, scire, scientia, adalah bermakna; mengetahui, pengetahuan tentang apapun oleh siapapun dengan cara apapun. Itulah makna awal dari sains tersebut. Manusia sebagai subyeknya tidak terbatas kepada ras, agama, geografi tertentu. Obyek sains juga tidak terbatas kepada entitas tententu, apa saja yang bisa diketahui manusia. Begitu juga cara mengetahuinya, tak dibatasi oleh suatu metode tertentu, yang rigit dan mengikat. Itu pada asal mulanya. Namun pada perkembangan selanjutnya, sedikit demi sedikit, ia tereduksi oleh sejarah dan para pelaku sejarahnya. Meminjam istilah Dr. Syamsuddin Arif Sains, telah mengalami pengerucutan maknawi (semantic reduction). Makanya pada saat ini, sains itu hanyalah pengetahuan manusia yang terbatas pada pengetahuan manusiawi mengenai alam jasmani dan alam nyata secara empiris, induktif dan kuantitatif. Sehingga pengetahuan selain fisika, biologi, kimia, dan cabang-cabangnya (astrofisika, geofisika, thermofisika, dsb), selain itu semua maka tidak dianggap sains.

Mungkin kita akan bertanya siapa yang membuat pengertian sains menjadi sempit? Maka jawabannya bisa kita telusuri dalam sejarah panjang Barat dari saat melepaskan diri dari hegemoni kegelapan (dark age) menuju era baru, modern, kemudian enlightenment hingga lahirnya empirisme logik melalui Vienna Circle di Vienna, Austria sekarang.

Hasil identifikasi dan pengamatan mendalam terhadap sains di Barat, Naquib al-Attas menyebutkan beberapa karakteristik mendasarnya: sains dianggap satu-satunya ilmu pengetahuan yang otentik dan hanya terkait dengan fenomena; konsep kebenaran sains, oleh karenanya, bisa berubah sewaktu waktu mengikuti perubahan masa dan tempat; kebenaran teredusir hanya kepada yang inderawi saja; epistemologi sains cenderung mengabaikan otoritas dan intuisi serta menolak wahyu dan agama sebgai sumber-sumber ilmu pengetahuan yang benar, sehingga otoritas dibatasi semata-mata kepada akal dan pengalaman; visi tentang realitas dalam sains telah dibangun menurut perspektif rasonalisme dan empirisme yang mengakibatkan pemahaman alam hanya terbatas pada dunia saja, dan merupakan konsekuensi logis dari sumber-sumber ilmu yang dibatasi kepada panca indera dan kemampuan kognitif; sains bebas nilai (value free), karena sains di Barat seakan lepas begitu saja dari kajian tentang pelaku sains (manusia). Science for Science; dan mengangkat keraguan (doubt) menjadi sebuah metode.

Semua karakteristik tersebut merupakan buah dari worldview Barat yang berprinsipkan dikotomi; berasaskan rasio dan spekulasi filosofis; sifatnya rasional, terbuka dan selalu berubah; dalam memaknai realitas berdasarkan pandangan sosial, kultural, empiris; obyektif kajiannya adalah tata nilai masyarakat. Sementara itu, Islam berdasarkan worldviewnya berprinsipkan tauhid; berasaskan wahyu, hadith, akal, pengalaman dan intuisi; sifatnya otentisitas dan finalitas; ketika memaknai realitas ia berdasarkan kajian metafisis; dan obyek kajiannya visible dan invisible.

Sayangnya, tren masa kini, termasuk yang berlaku di kalangan intelekual sekarang, menjadikan cara pandang sains kontemporer itu sebagai ideologi, sebagai cara terpenting dan utama dalam mengatasi semua perkara hidupnya. Bahkan, tren itu diterapkan pula dalam memahami agama, utamanya Islam, mengikuti upaya-upaya yang telah lama dikembangkan oleh para orientalis Barat. Akibatnya, terjadilah penempatan cara pandang tidak pada tempat yang benar dan tepat. Islam tidak pernah memiliki konsep yang dikotomis, namun ternyata di saat sekarang pemikir-pemikir muda Islam meyakini ada dikotomistik dalam pemikiran Islam. Seperti Islam didikotomikan dengan negara, dengan sains, dengan budaya dan sosial, tanpa ada premis-premis penjelasan yang ilmiah; Islam tidak pernah mempunyai konsepsi bebas nilai, tapi sekarang bebas nilai itu telah diterapkan dalam Islam, seperti anggapan bahwa ilmu itu bebas nilai, padahal di semua kehidupan tak ada yang bebas nilai. Kalau misalkan Vienna Circle telah mematok bahwa sains itu bebas nilai, sebenarnya cap yang distempelkan kepada sains oleh mereka itu adalah juga termasuk nilai. Sehingga pertanyaannya adalah, apa yang bebas nilai di dunia ini?; Hermeneutik, yang merupakan cara interpretasi teks di Barat, adalah cara Barat memahami teks yang memang tidak ada lagi teks yang orisinil, sehingga diperlukan metode interpretasi yang bisa meraba-raba apa disebalik teks yang tidak lagi asli itu. Namun demikian, hasil dari penafsiran hermeneutik itu juga semu, tidak jelas, kebenarannya sama-samar, bahkan menipu. Namun sayangnya metode ini secara tidak ada pertimbangan yang waspada dan hati-hati telah ramai dikalangan pemuda Islam yang berani menggunakannya. Padahal metode tafsir dan taâwil yang sedia ada dalam tradisi Islam, yang mungkin mereka tidak menarik lagi mempelajarinya, tidak lagi memakai dan menerapkannya dalam memahami teks Islam. Padahal juga, teks dalam Islam itu tidak mempunyai problem-problem seperti pengalaman Barat; Di dalam Islam ada konsep qathâi dan ada zanni, ada yang Tsubut ada yang mutaghayyirat. Namun di masa-masa sekarang, tanpa banyak mempertimbangkan dan mempelajarai tradisi Islam yang sebenarnya, para pelajar muda Islam telah menggunakan pradigma Barat yang berakar pada konsep progress, development, dan evolution, secara menyeluruh, tanpa terkecuali, termasuk dalam pemikiran, akidah, keislaman, keimanan, tata nilai, kejadian manusia, dan lain sebagainya. Akibatnya banyak konsep-konsep pentimng dalam Islam telah dianggap kesempurnaanya dan keotentikannya mengikuti perkembangan alam. Ketika alam ini berubah, maka Islam dan segala pirantinya juga berubah. Nah, itulah beberapa contoh kecil salah penempatan konsep-konsep yang tidak adil.

Epilog

Terma adil dalam Islam sangat signifikan karena ia akan berkait dengan konsep-konsep penting lainnya dalam Islam. Ia erat kaitannya dengan definisi Islam itu sendiri, iman, ihsan, manusia, alam, Tuhan, dan lain sebagainya. Dengan demikian membahas adil tidak saja membahas dirinya tapi juga yang terkait dengannya. Itu menunjukkan adanya kesinambungan dan kesatuan antara satu konsep dengan konsep-konsep yang lain (baca: paradigma tauhidi).

Adil dengan makna yang komprehensif akan mengantarkan manusia kepada kebijaksanaan, komitmen, sinergi, evaluatif dan kritis terhadap ketidakadilan. Dengan demikian, afirmasi terhadap kebenaran dari Allah Swt memang tidak bisa dielakkan lagi dan negasi terhadap larangan-Nya juga menjadi sesuatu yang mendesak. Namun, karena seorang yang adil dalam pemikiran itu adalah seorang yang bijaksana, maka ia akan bijaksana juga dalam mengafirmasi dan menegasikan suatu produk pemikiran. Dengan kata lain, sebagai proses epistemis yang mendalam, perenungan atas produk itu niscaya dilakukan dan tidak serta merta menjustifikasi tanpa dasar-dasar kokoh dan mendalam.

Menyikapi suatu produk pemikiran akan dikatakan adil apabila kita dapat menganalisa terlebih dahulu pemikiran tersebut dan menempatkannya sesuai tempat yang benar dan betul. Jika ia merupakan produk pemikiran, katakanlah dari Barat sebagai contohnya, maka perlu dipahami dahulu secara mendalam produk pemikran itu dan disikapi dengan semestinya.

Sains dengan segala cara pandangnya akan sah apabila dipahami menurut kondisi dan situasinya sendiri dan belum tentu pas dengan kondisi dan situasi di tempat lain. Oleh karena itu akan bias apabila cara pandang sains kontemporer tiba-tiba diterapkan kepada Islam tanpa pertimbangan dan analisa mendalam sebelumnya

Selengkapnya...

07 April, 2009

Makkah Pusat Bumi

Prof. Hussain Kamel menemukan suatu fakta mengejutkan bahwa Makkah adalah pusat bumi. Pada mulanya ia meneliti suatu cara untuk menentukan arah kiblat di kota-kota besar di dunia.

Untuk tujuan ini, ia menarik garis-garis pada peta, dan sesudah itu ia mengamati dengan seksama posisi ketujuh benua terhadap Makkah dan jarak masing-masing. Ia memulai untuk menggambar garis-garis sejajar hanya untuk memudahkan pembentukan garis bujur dan garis lintang.

Setelah dua tahun dari kajianyang rapi dan berat itu, ia dibantu oleh program-program komputer untuk menentukan jarak-jarak yang benar dan keadaan yang berbeda, serta banyak hal lainnya. Dia kagum dengan apa yang ditemukan, bahwa Makkah merupakan pusat bumi.

Ia menyadari kemungkinan menggambar suatu lingkaran dengan Makkah sebagai titik pusatnya, dan garis luar lingkaran itu adalah benua-benuanya. Dan pada waktu yang sama, ia bergerak bersamaan dengan keliling luar benua-benua tersebut. (Majalah al-Arabiyyah, edisi 237, Agustus 1978).


Gambar-gambar Satelit, yang muncul kemudian pada tahun 90-an, menekankan hasil yang sama ketika kajian-kajian lebih lanjut mengarah kepada topografi lapisan-lapisan bumi dan geografi waktu daratan itu diciptakan.

Telah menjadi teori yang mantap secara ilmiah bahwa lapisan-lapisan bumi terbentuk selama usia geologi yang panjang, bergerak secara teratur di sekitar garis Arab. Garis-garis ini terus menerus memusat ke arah itu seolah-olah menunjuk ke Makkah.

Kajian ilmiah ini dilaksanakan untuk tujuan yang berbeza, bukan dimaksud untuk membuktikan bahwa Makkah adalah pusat dari bumi. Bagaimanapun, kajian ini diterbitkan di dalam banyak majalah sains di Barat.

Allah berfirman di dalam al-Quran al-Karim sebagai berikut :
Demikianlah Kami wahyukan kepadamu Al Qur'an dalam bahasa Arab supaya kamu memberi peringatan kepada Ummul Qura (penduduk Makkah) dan penduduk (negeri-negeri) sekelilingnya.. (asy-Syura: 7)

Kata Ummul Quran berarti induk bagi kota-kota lain, dan kota-kota di sekelilingnya menunjukkan Makkah adalah pusat bagi kota-kota lain, dan yang lain hanyalah berada di sekelilingnya. Lebih dari itu, kata ummu (ibu) mempunyai arti yang penting di dalam budaya Islam.

Sebagaimana seorang ibu adalah sumber dari keturunan, maka Makkah juga merupakan sumber dari semua negeri lain, sebagaimana dijelaskan pada awal kajian ini. Selain itu, kata ibu memberi Makkah keunggulan di atas semua kota lain.

Makkah atau Greenwich
Berdasarkan pertimbangan yang saksama bahwa Makkah berada tengah-tengah bumi sebagaimana yang dikuatkan oleh kajian-kajian dan gambar-gambar geologi yang dihasilkan satelit, maka benar-benar diyakini bahwa Kota Suci Makkah, bukan Greenwich, yang seharusnya dijadikan rujukan waktu dunia. Hal ini akan mengakhiri kontroversi lama yang dimulai empat dekat yang lalu.

Ada banyak hujah-hujah ilmiah untuk membuktikan bahwa Makkah merupakan wilayah yang melalui kota suci tersebut, dan ia tidak melewati Greenwich di Inggris. GMT dipaksakan pada dunia ketika majoriti negeri di dunia berada di bawah jajahan Inggris. Jika waktu Makkah yang diterapkan, maka mudah bagi setiap orang untuk mengetahui waktu solat.

Makkah adalah Pusat dari lapisan-lapisan langit
Ada beberapa ayat dan hadits nabawi yang menyiratkan fakta ini. Allah berfirman, Hai golongan jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan. (ar-Rahman:33)

Kata aqthar adalah bentuk jamak dari kata qutr yang berarti diameter, dan ia merujuk pada langit dan bumi yang mempunyai banyak diameter.

Dari ayat ini dan dari beberapa hadits dapat dipahami bahwa diameter lapisan-lapisan langit itu di atas diameter bumi. Jika Makkah berada di tengah-tengah bumi, maka itu berarti bahwa Makkah juga berada di tengah-tengah lapisan-lapisan langit.

Selain itu ada hadits yang mengatakan bahwa Masjidil Haram di Makkah, tempat Kabah berada itu ada di tengah-tengah tujuh lapisan langit dan tujuh bumi (maksudnya tujuh lapisan pembentuk bumi)
Nabi bersabda, Wahai orang-orang Makkah, wahai orang-orang Quraisy, sesungguhnya kalian berada di bawah pertengahan langit.
Thawaf di Sekitar Makkah
Dalam Islam, ketika seseorang thawaf di sekitar Kabah, maka ia memulai dari Hajar Aswad, dan gerakannya harus berlawanan dengan arah jarum jam. Hal itu adalah penting mengingat segala sesuatu di alam semesta dari atom hingga galaksi itu bergerak berlawanan dengan arah jarum jam.

Elektron-elektron di dalam atom mengelilingi nukleus secara berlawanan dengan jarum jam. Di dalam tubuh, sitoplasma mengelilingi nukleus suatu sel berlawanan dengan arah jarum jam. Molekul-molekul protein-protein terbentuk dari kiri ke kanan berlawanan dengan arah jarum jam. Darah memulai gerakannya dari kiri ke kanan berlawanan dengan arah jarum jam.

Di dalam kandungan para ibu, telur mengelilingi diri sendiri berlawanan dengan arah jarum jam. Sperma ketika mencapai indung telur mengelilingi diri sendiri berlawanan dengan arah jarum jam. Peredaran darah manusia mulai gerakan berlawanan dengan arah jarum jamnya. Perputaran bumi pada porosnya dan di sekeliling matahari secara berlawanan dengan arah jarum jam.

Perputaran matahari pada porosnya berlawanan dengan arah jarum jam. Matahari dengan semua sistimnya mengelilingi suatu titik tertentu di dalam galaksi berlawanan dengan arah jarum jam. Galaksi juga berputar pada porosnya berlawanan dengan arah jarum jam. (subhan_albanjari)

Selengkapnya...

05 April, 2009

Tips Sukses Menghadapi Ujian Skripsi, Lisan dan Sidang Karya Ilmiah

Tips Ujian Skripsi 1

"mampus deh gue, baru pertanyaan pertama aja, udah ngga bisa jawab" mungkin itu kalimat yang diucapan dalam hati, oleh mahasiswa yang lagi ujian lisan atau sidang, ketika kick off ujian sudah dimulai dan mulut terkunci ngga bisa jawab pertanyan pertama dari penguji. Keringat dingin pasti keluar, dan perasaan pasrah biasanya segera mengikuti. Agar kejadian ini tidak menimpa anda yang mau sidang, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh anda pada saat sebelum, ketika sidang berlangsung, dan pada saat pasca sidang, yaitu:

1. siapkan ppt presentasi sebaik mungkin, dan praktekan terlebih dahulu dirumah, presentasilah didepan cermin, dan hitung waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan semua presentasi. segera kurangi slide yang tidak penting jika waktu presentasi terlalu panjang dibandingkan durasi yang diijinkan

2. pakai baju yang bikin anda Pede. untuk wanita sebaiknya pakai baju yang sopan yang ngga banyak buka-bukaannya. penampilan rapi akan membantu memberikan hallo effect yang baik. penguji juga akan mengapresiasi anda secara positif.

3. datang 1 jam - 30 menit sebelumnya, untuk mempelajari situasi dan mencoba peralatan audio visual, termasuk multi media projector yang akan digunakan. siapa tau format file dan komputer anda tidak cocok dengan format multi media proyektornya.

4. siapkan file presentasi cadangan di flash disk anda, minimal dalam 2 format, ppt 2003 dan ppt 2007, sebagai back up siapa tahu komputer anda ngadat. atau file presentasi tiba-tiba diganggu virus atau makhluk halus lainnya.

5. siapkan hardcopy ppt anda untuk sejumlah penguji dan anda sendiri, siapa tahun mati aliran listrik secara tiba-tiba. tahu sendiri kan, gimana PLN sekarang ini. kalau ada hard copy anda masih bisa berpresentasi dengan bantuan semua audiens membaca hard copu ppt anda.

6. pilih posisi presentasi yang nyaman, dan tidak perpotensi untuk membelakangi audience. upayakan anda ada dalam posisi berhadapan (face to face) secara firm dengan audience.

7. presentasi dengan tenang. jaga kontak mata dengan audiens, hindari membaca tulisan yang ada di layar secara kaku, seperti pembaca berita TVRI. tulisan di ppt sebaiknya pointer saja, dan kalimat presentasi anda improvisasi sesuai dengan karakter anda.

8. jangan meniru gaya presentasi, cara bicara, dan bahasa tubuh orang lain. meskipun anda pengagum salah seorang tokoh populer dan terkenal, sebaiknya tidak meniru gaya mereka. Be Yourself.

9. tidak perlu panik dalam menjawab pertanyaan penguji. jangan langsung menjawab tapi konfirmasikan terlebih dahulu maksud pertanyaan dari si penguji. Yang harus dilakukan mahasiswa sebelum menjawab pertanyaan, adalah harus bertanya kembali. "Pak, apakah hal ini yang bapak maksud dalam pertanyaan itu?" jadi tugas mahasiswa sebelum menjawab pertanyaan ujian adalah mengkonfirmasi terlebih dahulu maksud dari pertanyaan si penguji.

10. jangan ngotot jika memang salah atau tidak bisa menjawab. lebih baik mengakomodasi kritik dan keberatan para penguji. jika sudah diakomodasi si penanya biasanya akan mati kutu, tidak bertanya lagi. ngotot akan membuat perdebatan menjadi tidak terkendali.

11. rekam semua presentasi dan tanya-jawab yang terjadi sebagai bahan untuk mengklarifikasi perbaikan dan saran-saran penyempurnaan.

12. segera menghadap pembimbing setelah ada selesai sidang, dan segera perbaiki naskan tulisan anda, sebelum momentum dan rasa malah menyerang anda.

13. selamat belajar dan berjuang!

Tips Ujian Skripsi 2

Benar. Banyak mahasiswa yang benar-benar takut menghadapi ujian skripsi (oral examination). Terlebih lagi, banyak mahasiswa terpilih yang jenius tetapi ternyata gagal dalam menghadapi ujian pendadaran. Di dalam ruang ujian sendiri tidak jarang mahasiswa mengalami ketakutan, grogi, gemetar, berkeringat, yang pada akhirnya menggagalkan ujian yang harus dihadapi.

Setelah menulis skripsi, Anda memang harus mempertahankannya di hadapan dewan penguji. Biasanya dewan penguji terdiri dari satu ketua penguji dan beberapa anggota penguji. Lulus tidaknya Anda dan berapa nilai yang akan Anda peroleh adalah akumulasi dari skor yang diberikan oleh masing-masing penguji. Tiap penguji secara bergantian (terkadang juga keroyokan) akan menanyai Anda tentang skripsi yang sudah Anda buat. Waktu yang diberikan biasanya berkisar antara 30 menit hingga 1 jam.

Ujian skripsi kadang diikuti juga dengan ujian komprehensif yang akan menguji sejauh mana pemahaman Anda akan bidang yang selama ini Anda pelajari. Tentu saja tidak semua mata kuliah diujikan, melainkan hanya mata kuliah inti (core courses) saja dengan beberapa pertanyaan yang spesifik, baik konseptual maupun teknis.

Grogi, cemas, kuatir itu wajar dan manusiawi. Akan tetapi, ujian skripsi sebaiknya tidak perlu disikapi sebagai sesuatu yang terlalu menakutkan. Ujian skripsi adalah "konfirmasi" atas apa yang sudah Anda lakukan. Kalau Anda melakukan sendiri penelitian Anda, tahu betul apa yang Anda lakukan, dan tidak grogi di ruang ujian, bisa dipastikan Anda akan perform well.

Cara terbaik untuk menghadapi ujian skripsi adalah Anda harus tahu betul apa yang Anda lakukan dan apa yang Anda teliti. Siapkan untuk melakukan presentasi. Akan tetapi, tidak perlu Anda paparkan semuanya secara lengkap. Buatlah "lubang jebakan" agar penguji nantinya akan menanyakan pada titik tersebut. Tentu saja, Anda harus siapkan jawabannya dengan baik. Dengan begitu Anda akan tampak outstanding di hadapan dewan penguji.

Juga, ada baiknya beberapa malam sebelum ujian, digiatkan untuk berdoa atau menjalankan sholat tahajud di malam hari. Klise memang. Tapi benar-benar sangat membantu.

Jujur saja, saya (dulu) menyelesaikan skripsi dalam tempo 4 minggu tanpa ada kendala dan kesulitan yang berarti. Dosen pembimbing saya adalah seorang professor dengan jam terbang sangat tinggi. Selama berada dalam ruang ujian, kami lebih banyak berbicara santai sembari sesekali tertawa. Dan Alhamdulillah saya mendapat nilai A.

Bukan. Bukan saya bermaksud sombong, tetapi hanya untuk memotivasi Anda. Kalau saya bisa, seharusnya Anda sekalian pun bisa.

Selengkapnya...

Tips Penulisan Karya Ilmiah Dengan Metode Mengikat Makna

Ketika sesi tanya-jawab di acara Seminar Nasional "Menjadi Kaya dengan Menulis" berlangsung, ada dua pertanyaan menarik yang ditujukan kepada saya. Gara-gara saya dipanelkan dengan pembicara lain yang membahas bagaimana menulis karya ilmiah, materi yang saya presentasikan menjadi seperti bertentangan dengan materi yang disampaikan oleh pembicara lain tersebut. Dikarenakan tampak bertentangan itulah, akhirnya, muncul dua pertanyaan menarik tersebut.

Pertanyaan pertama terkait dengan judul tulisan saya ini. "Apakah kiat-kiat menulis yang saya tawarkan dapat digunakan untuk menulis karya ilmiah?" Saya memahami sekali pertanyaan ini karena kiat-kiat saya seperti tak memiliki kerangka disiplin yang jelas, sementara menulis karya ilmiah perlu kerangka formal yang benar-benar sangat jelas.

Pertanyaan kedua masih nyambung dengan pertanyaan pertama, meski tak langsung, yaitu tentang terkesannya materi yang saya sampaikan bertentangan dengan materi pembicara kedua yang sepanel dengan saya. Saya menganjurkan menulis bebas, sementara pembicara kedua—karena menjelaskan bagaimana menulis karya ilmiah—sebaliknya, yaitu menganjurkan menulis karya ilmiah dengan beberapa aturan yang sudah disepakati oleh kalangan akademisi.

Apa Sih Menulis Itu?

Saya menegaskan bahwa materi yang saya sampaikan tidak bertentangan dengan materi yang disampaikan oleh pembicara kedua. Ketika ada dua orang sedang menjalankan kegiatan menulis—yang satu menulis karya ilmiah, sementara yang satunya menulis bukan karya ilmiah—kondisinya sama. Artinya, kedua orang itu sama-sama menggunakan alat-alat tulis yang tidak berbeda, seperti komputer (laptop), mesin ketik, atau alat-alat tulis lain. Kemudian, pada intinya, menulis itu—sekali lagi apa pun jenis tulisan yang ditulis seseorang—adalah kegiatan merangkai huruf menjadi kata, kalimat, paragraf yang terstruktur dan punya makna.

Kiat-kiat yang saya susun dan tawarkan kepada publik berangkat dari sini. Bahkan ketika saya menawarkan konsep "brain-based writing", meskipun dua orang yang sedang menulis itu menjalankan kegiatan menulis dengan materi yang ditulisnya berbeda, saya tetap menganggap bahwa kedua orang itu tetap menggunakan komponen-komponen otak yang sama saat menulis. Benar bahwa tulisan yang dihasilkan itu punya kadar yang berbeda. Namun, sekali lagi, ketika keduanya sedang menjalani kegiatan menulis, ya kondisi dirinya sama, tidak berbeda.

Nah, buku-buku saya yang membicarakan kiat-kiat menulis, sesungguhnya menampung semacam riset kecil-kecilan saya terkait dengan hal-hal mendasar ihwal menulis. Saya menemukan bahwa ada dua ruang untuk menulis. Dua ruang itu bernama "ruang privat" dan "ruang publik". "Ruang privat" sifatnya sangat pribadi dan hanya individu yang menulis itulah yang eksis, sementara "ruang publik" adalah ruang di mana individu itu harus mengikuti aturan pihak lain ketika menulis. "Ruang privat" ini sifatnya subjektif, dan "ruang publik" itu objektif.

Dua ruang itu sangat logis. Ketika saya belum tahu dan belum membedakan secara sangat tegas kedua ruang untuk menulis itu, saya mencampur dua ruang tersebut. Efeknya luar biasa. Saya tidak nyaman dalam menulis. Kadang, bahkan, saya tersiksa ketika menulis. Yang membuat saya frustrasi adalah saya kemudian seperti terbebani ketika menulis karena dua ruang itu saya campur. "Berat sekali ya menulis itu?" Demikianlah. Hal ini dikarenakan saya tidak dapat bebas menulis dan senantiasa cemas apakah tulisan saya sudah objektif (memenuhi kaidah) atau belum.

Ternyata, setelah saya mendengar riset Roger Sperry yang membuktikan manusia punya dua belahan otak—kiri dan kanan—dan masing-masing belahan itu berfungsi secara sangat berbeda, dua ruang yang saya ciptakan itu ternyata sesuai dengan masing-masing fungsi belahan otak. Otak kiri, yang suka mengoreksi, berpikir secara rasional, tertib, dan satu-satu. Otak kanan, sebaliknya, suka dengan kebebasan, berpikir menyeluruh, dan loncat-loncat. Alangkah klopnya jika, pada saat awal menulis, kita menggunakan otak kanan dan mempersepsi sedang menulis di "ruang privat" di mana subjektivitas kita sangat menonjol.

Jadi, ketika kita mengawali menulis, kita bebaskan lebih dulu diri kita dari jeratan aturan menulis yang telah ada di benak kita. Dalam menjalani kegiatan menulis, kita benar-benar melibatkan keinginan, harapan, dan kemampuan kita. Kegiatan menulis ini tidak datang dari luar, tetapi dari dalam. Jadi, ketika kita menulis di "ruang privat", kita mengendalikan semua hal yang ingin kita tulis dan kita menggunakan cara-cara yang memang sesuai dengan kemampuan kita. Saya yakin, jika kita dapat mengawali menulis seperti ini, kita tentu bisa menikmati kegiatan menulis.

Sekali lagi, di "ruang privat", kita bebas menulis apa saja. Setelah menghasilkan tulisan, tulisan yang sudah jadi itu pun tidak buru-buru kita koreksi. Karena, ingat, menulis di "ruang privat" adalah menulis dengan otak kanan yang bebas, yang menyeluruh. Kita menumpahkan segalanya lebih dulu. Kita mengalirkan apa pun yang bisa kita alirkan. Kita harus benar-benar merasa plong atau lega ketika selesai mengalirkan semua yang ingin kita tulis. Inilah kegiatan menulis di "ruang privat". Dan itu bisa dijalankan siapa saja dan bisa untuk menulis materi apa saja termasuk materi yang berkadar karya ilmiah.

Memang, menulis di "ruang privat" baru separo jalan. Sifatnya pun masih subjektif meski, kelebihannya, bahan yang ditulis benar-benar milik diri pribadi yang menulis. Masih ada separo jalan lagi, yaitu menulis di "ruang publik" atau menulis secara objektif, menulis yang disesuaikan dengan aturan yang diciptakan oleh orang atau lembaga lain. Namun, saya yakin, menulis di "ruang publik" akan jauh lebih mudah dan ringan jika diawali dengan menulis di "ruang privat".


"Mengikat Makna" untuk Menulis Karya Ilmiah

Apa yang saya jelaskan di atas merupakan bagian kecil dari kiat-kiat yang saya himpun di dalam konsep menulis yang saya namakan dengan "mengikat makna". Hukum utama "mengikat makna" adalah tidak memisahkan kegiatan membaca dengan menulis. Anda akan menjadi mudah dan ringan dalam menulis—apa pun yang ingin Anda tulis, termasuk menulis karya ilmiah—apabila memadukan kegiatan membaca dan menulis. Menulis memerlukan membaca dan membaca memerlukan menulis. Saya kira ini pasti sesuai dengan aturan objektif di dalam menulis karya ilmiah.

"Mengikat makna", jika diikuti dengan benar, akan membuat seseorang yang sedang menulis karya ilmiah akan mampu menulis karya ilmiahnya dengan bahasa yang mengalir, tidak kaku, dan enak dibaca. Sebagaimana pernah saya ulas di buku saya, Langkah Mudah Membuat Buku yang Menggugah (MLC, 2005), ketika saya mendefinisikan buku-buku yang mengalir, yang saya rujuk, meski tak 100% buku ilmiah, adalah buku-buku yang ditulis dengan "semangat" ilmiah. Artinya, buku itu ditulis dengan bertanggung jawab dan referensinya sangat jelas.

Menurut pengamatan saya, buku-buku yang dikategorikan buku ilmiah, menjadi sangat kaku, kering, dan kadang membosankan karena si penulis karya ilmiah itu tidak memiliki keterampilan menulis (jarang berlatih menulis bebas) dan miskin dalam kosakata (jarang membaca buku yang beragam). Saya yakin, jika si penulis karya ilmiah itu rajin berlatih menulis bebas, lantas menguasai persoalan yang dikajinya, dan kaya akan kata-kata, pastilah karya ilmiahnya bisa mengalir, enak dibaca, dan tidak membosankan. Saya menciptakan konsep-konsep dan kiat-kiat membaca dan menulis dengan tujuan agar sebuah buku—termasuk buku yang masuk kategori karya ilmiah atau buku pelajaran—dapat disajikan dalam bahasa yang mengalir dan enak dibaca.

Jadi, "mengikat makna" ingin membantu siapa saja yang berniat menulis karya ilmiah agar karyanya itu berbeda dengan karya-karya sebelumnya. Karya ilmiahnya menjadi karya yang menerobos, yang mengasyikkan jika dibaca, dan memberikan banyak sekali manfaat. Sayang kan jika kita sudah memiliki potensi untuk membuat karya ilmiah atau sudah menuntut ilmu hingga jenjang yang sangat tinggi, akhirnya, gara-gara terperangkap oleh aturan objektif menulis karya ilmiah yang sudah digariskan, kita (orang-orang yang sangat berpotensi) kemudian terkendala dalam membuat buku atau malah menjadi malas untuk menulis hal-hal yang sederhana.

Nah, sebagai contoh kecil, cobalah ikuti saja saran saya dengan, pertama-tama, membuat dua ruang untuk menulis di dalam benak kita sebagaimana saya jelaskan di atas. Menulislah lebih dahulu secara sangat bebas di "ruang privat". Biasakan untuk "membuang" apa saja setiap hari, lewat menulis bebas, di "ruang privat". Hasil tulisan yang lahir di "ruang privat" ak usah buru-buru dikoreksi, yang penting buang saja—apa pun materi itu termasuk materi-materi yang berkategori ilmiah yang belum teruji benar. Kumpulkan semua bahan tulisan yang masih kasar itu dengan telaten hari demi hari, mingu demi minggu, bulan demi bulan. Menulislah dengan bebas secara mencicil. Menulis tidak bisa sekali jadi. Menulis untuk menghasilkan tulisan yang baik adalah dengan menulis mencicil. Nanti, kalau sudah cukup banyak, mulailah ditata dan masuklah ke "ruang publik". Baca kembali tulisan-tulisan yang masih berantakan itu dan kelompokkan. Gunakan otak kiri untuk menata dan mengoreksinya. Baca buku-buku referensi untuk membuat tulisan tersebut menjadi objektif. Bandingkan dengan tulisan atau buku-buku lain. Saya yakin, jika kegiatan menulis sebagaimana yang saya tawarkan dapat dijalankan secara perlahan dan sedikit demi sedikit, tentulah menulis itu dapat dinikmati dan tidak membebani. Itulah tujuan "mengikat makna" dan kiat-kiat menulis yang saya ciptakan.

Saya percaya bahwa ada materi yang termasuk karya ilmiah yang tidak bisa dijabarkan lewat kata-kata yang mengalir dan enak dibaca. Apalagi jika materi itu berisi data dengan tabel dan grafik yang banyak. Namun, sekali lagi, saya yakin bahwa semua itu bisa disiasati oleh para penulis yang memiliki keterampilan menulis dan kaya akan kata-kata. Saat ini telah banyak buku-buku yang bisa dikategorikan ilmiah tapi disajikan dengan bahasa tulis yang enak dinikmati. Buku karya Daniel Goleman, Emotional Intelligence, yang sarat dengan riset-riset ilmiah, ternyata bisa disajikan dengan gaya bercerita. Ada kemungkinan, buku Goleman ini tidak murni ilmiah, tapi masuk kategori ilmiah populer.

Saya setuju saja jika buku Goleman dimasukkan dalam kategori tidak murni ilmiah, tapi semi ilmiah atau ilmiah populer. Tetapi, ayolah para sarjana dan cendekiawan Indonesia! Bergairahlah untuk menulis dan membuat buku-buku yang tidak usah ilmiah tetapi dapat dipertanggungjawabkan dan bermanfaat bagi masyarakat luas.[]

Selengkapnya...

Panduan Membuat Skripsi Yang Efektif (Lengkap

Apa itu Skripsi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), skripsi diartikan sebagai karangan ilmiah yang diwajibkan sebagai bagian dari persyaratan pendidikan akademis. Buat sebagian mahasiswa, skripsi adalah sesuatu yang lumrah. Tetapi buat sebagian mahasiswa yang lain, skripsi bisa jadi momok yang terus menghantui dan menjadi mimpi buruk. Banyak juga yang berujar "lebih baik sakit gigi daripada bikin skripsi".

skripsi adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi sebagai bagian untuk mendapatkan gelar sarjana (S1). Skripsi inilah yang juga menjadi salah satu pembeda antara jenjang pendidikan sarjana (S1) dan diploma (D3).

Ada beberapa syarat yang musti dipenuhi sebelum seorang mahasiswa bisa menulis skripsi. Tiap universitas/fakultas memang mempunyai kebijakan tersendiri, tetapi umumnya persyaratan yang harus dipenuhi hampir sama. Misalnya, mahasiswa harus sudah memenuhi sejumlah SKS, tidak boleh ada nilai D atau E, IP Kumulatif semester tersebut minimal 2.00, dan seterusnya. Anda mungkin saat ini belum "berhak" untuk menulis skripsi, akan tetapi tidak ada salahnya untuk mempersiapkan segalanya sejak awal.

Skripsi tersebut akan ditulis dan direvisi hingga mendapat persetujuan dosen pembimbing. Setelah itu, Anda harus mempertahankan skripsi Anda di hadapan penguji dalam ujian skripsi nantinya. Nilai Anda bisa bervariasi, dan terkadang, bisa saja Anda harus mengulang skripsi Anda (tidak lulus).

Skripsi juga berbeda dari tesis (S2) dan disertasi (S3). Untuk disertasi, mahasiswa S3 memang diharuskan untuk menemukan dan
menjelaskan teori baru. Sementara untuk tesis, mahasiswa bisa menemukan teori baru atau memverikasi teori yang sudah ada dan menjelaskan dengan teori yang sudah ada. Sementara untuk mahasiswa S1, skripsi adalah "belajar meneliti".

Jadi, skripsi memang perlu disiapkan secara serius. Akan tetapi, juga nggak perlu disikapi sebagai mimpi buruk atau beban yang maha berat.

Miskonsepsi tentang Skripsi

Banyak mahasiswa yang merasa bahwa skripsi hanya "ditujukan" untuk mahasiswa-mahasiswa dengan kecerdasan di atas rata-rata. Menurut saya pribadi, penulisan skripsi adalah kombinasi antara kemauan, kerja keras, dan relationships yang baik. Kesuksesan dalam menulis skripsi tidak selalu sejalan dengan tingkat kepintaran atau tinggi/rendahnya IPK mahasiswa yang bersangkutan. Seringkali terjadi mahasiswa dengan kecerdasan rata-rata air lebih cepat menyelesaikan skripsinya daripada mahasiswa yang di atas rata-rata.

Masalah yang juga sering terjadi adalah seringkali mahasiswa datang berbicara ngalor ngidul dan membawa topik skripsi yang terlalu muluk. Padahal, untuk tataran mahasiswa S1, skripsi sejatinya adalah belajar melakukan penelitian dan menyusun laporan menurut kaidah keilmiahan yang baku. Skripsi bukan untuk menemukan teori baru atau memberikan kontribusi ilmiah. Karenanya, untuk mahasiswa S1 sebenarnya replikasi adalah sudah cukup.

Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa penelitian, secara umum, terbagi dalam dua pendekatan yang berbeda: pendekatan saintifik dan pendekatan naturalis. Pendekatan saintifik (scientific approach) biasanya mempunyai struktur teori yang jelas, ada pengujian kuantitif (statistik), dan juga menolak grounded theory. Sebaliknya, pendekatan naturalis (naturalist approach) umumnya tidak menggunakan struktur karena bertujuan untuk menemukan teori, hipotesis dijelaskan hanya secara implisit, lebih banyak menggunakan metode eksploratori, dan sejalan dengan grounded theory.

Mana yang lebih baik antara kedua pendekatan tersebut? Sama saja. Pendekatan satu dengan pendekatan lain bersifat saling melengkapi satu sama lain (komplementer). Jadi, tidak perlu minder jika Anda mengacu pada pendekatan yang satu, sementara teman Anda menggunakan pendekatan yang lain. Juga, tidak perlu kuatir jika menggunakan pendekatan tertentu akan menghasilkan nilai yang lebih baik/buruk daripada menggunakan pendekatan yang lain.


Kiat Memilih Dosen Pembimbing

Dosen pembimbing (academic advisor) adalah vital karena nasib Anda benar-benar berada di tangannya. Memang benar bahwa dosen pembimbing bertugas mendampingi Anda selama penulisan skripsi. Akan tetapi, pada prakteknya ada dosen pembimbing yang "benar-benar membimbing" skripsi Anda dengan intens. Ada pula yang membimbing Anda dengan "melepas" dan memberi Anda kebebasan. Mempelajari dan menyesuaikan diri dengan dosen pembimbing adalah salah satu elemen penting yang mendukung kesuksesan Anda dalam menyusun skripsi.

Tiap universitas/fakultas mempunyai kebijakan tersendiri soal dosen pembimbing ini. Anda bisa memilih sendiri dosen pembimbing yang Anda inginkan. Tapi ada juga universitas/fakultas yang memilihkan dosen pembimbing buat Anda. Tentu saja lebih "enak" kalau Anda bisa memilih sendiri dosen pembimbing untuk skripsi Anda.

Lalu, bagaimana memilih dosen pembimbing yang benar-benar tepat?

Secara garis besar, dosen bisa dikategorikan sebagai: (1) Dosen senior, dan (2) Dosen junior. Dosen senior umumnya berusia di atas 40-an tahun, setidaknya bergelar doktor (atau professor), dengan jam terbang yang cukup tinggi. Sebaliknya, dosen junior biasanya berusia di bawah 40 tahun, umumnya masih bergelar master, dan masih gampang dijumpai di lingkungan kampus.

Tentu saja, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sebagai contoh, kalau Anda memilih dosen pembimbing senior, biasanya Anda akan mengalami kesulitan sebagai berikut:

* Proses bimbingan cukup sulit, karena umumnya dosen senior sangat perfeksionis.
* Anda akan kesulitan untuk bertemu muka karena umumnya dosen senior memiliki jam terbang tinggi dan jadwal yang sangat padat.



Tapi, keuntungannya:

* Kualitas skripsi Anda, secara umum, akan lebih memukau daripada rekan Anda.
* Anda akan "tertolong" saat ujian skripsi/pendadaran, karena dosen penguji lain (yang kemungkinan masih junior/baru bergelar master) akan merasa sungkan untuk "membantai" Anda.
* Dalam beberapa kasus, bisa dipastikan Anda akan mendapat nilai A.



Sebaliknya, kalau Anda memilih dosen pembimbing junior, maka Anda akan lebih mudah selama proses bimbingan. Dosen Anda akan mudah dijumpai di lingkungan kampus karena jam terbangnya belum terlalu tinggi. Dosen muda umumnya juga tidak "jaim" dan "tidak sok" kepada mahasiswanya.

Tapi, kerugiannya, Anda akan agak "sendirian" ketika menghadapi ujian skripsi. Kalau dosen penguji lain lebih senior daripada dosen pembimbing Anda, bisa dipastikan Anda akan "dihajar" cukup telak. Dan dosen pembimbing Anda tidak berada dalam posisi yang bisa membantu/membela Anda.

Jadi, hati-hati juga dalam memilih dosen pembimbing.


Tahap-tahap Persiapan dalam menyusun skripsi

Kalau Anda beruntung, bisa saja dosen pembimbing sudah memiliki topik dan menawarkan judul skripsi ke Anda. Biasanya, dalam hal ini dosen pembimbing sedang terlibat dalam proyek penelitian dan Anda akan "ditarik" masuk ke dalamnya. Kalau sudah begini, penulisan skripsi jauh lebih mudah dan (dijamin) lancar karena segalanya akan dibantu dan disiapkan oleh dosen pembimbing.

Sayangnya, kebanyakan mahasiswa tidak memiliki keberuntungan semacam itu. Mayoritas mahasiswa, seperti ditulis sebelumnya, harus bersikap proaktif sedari awal. Jadi, persiapan sedari awal adalah sesuatu yang mutlak diperlukan.

Idealnya, skripsi disiapkan satu-dua semester sebelum waktu terjadwal. Satu semester tersebut bisa dilakukan untuk mencari referensi, mengumpulkan bahan, memilih topik dan alternatif topik, hingga menyusun proposal dan melakukan bimbingan informal.

Dalam mencari referensi/bahan acuan, pilih jurnal/paper yang mengandung unsur kekinian dan diterbitkan oleh jurnal yang terakreditasi. Jurnal-jurnal top berbahasa asing juga bisa menjadi pilihan. Kalau Anda mereplikasi jurnal/paper yang berkelas, maka bisa dipastikan skripsi Anda pun akan cukup berkualitas.

Unsur kekinian juga perlu diperhatikan. Pertama, topik-topik baru lebih disukai dan lebih menarik, bahkan bagi dosen pembimbing/penguji. Kalau Anda mereplikasi topik-topik lawas, penguji biasanya sudah "hafal di luar kepala" sehingga akan sangat mudah untuk menjatuhkan Anda pada ujian skripsi nantinya.

Kedua, jurnal/paper yang terbit dalam waktu 10 tahun terakhir, biasanya mengacu pada referensi yang terbit 5-10 tahun sebelumnya. Percayalah bahwa mencari dan menelusur referensi yang terbit tahun sepuluh-dua puluh tahun terakhir jauh lebih mudah daripada melacak referensi yang bertahun 1970-1980.

Salah satu tahap persiapan yang penting adalah penulisan proposal. Tentu saja proposal tidak selalu harus ditulis secara "baku". Bisa saja ditulis secara garis besar (pointer) saja untuk direvisi kemudian. Proposal ini akan menjadi guidance Anda selama penulisan skripsi agar tidak terlalu keluar jalur nantinya. Proposal juga bisa menjadi alat bantu yang akan digunakan ketika Anda mengajukan topik/judul kepada dosen pembimbing Anda. Proposal yang bagus bisa menjadi indikator yang baik bahwa Anda adalah mahasiswa yang serius dan benar-benar berkomitmen untuk menyelesaikan skripsi dengan baik.


Hal-hal yang Perlu Dilakukan dalam menyusun skripsi

Siapkan Diri. Hal pertama yang wajib dilakukan adalah persiapan dari diri Anda sendiri. Niatkan kepada Tuhan bahwa Anda ingin menulis skripsi. Persiapkan segalanya dengan baik. Lakukan dengan penuh kesungguhan dan harus ada kesediaan untuk menghadapi tantangan/hambatan seberat apapun.

Minta Doa Restu. Saya percaya bahwa doa restu orang tua adalah tiada duanya. Kalau Anda tinggal bersama orang tua, mintalah pengertian kepada mereka dan anggota keluarga lainnya bahwa selama beberapa waktu ke depan Anda akan konsentrasi untuk menulis skripsi. Kalau Anda tinggal di kos, minta pengertian dengan teman-teman lain. Jangan lupa juga untuk membuat komitmen dengan pacar. Berantem dengan pacar (walau sepele) bisa menjatuhkan semangat untuk menyelesaikan skripsi.

Buat Time Table. Ini penting agar penulisan skripsi tidak telalu time-consuming. Buat planning yang jelas mengenai kapan Anda mencari referensi, kapan Anda harus mendapatkan judul, kapan Anda melakukan bimbingan/konsultasi, juga target waktu kapan skripsi harus sudah benar-benar selesai.

Berdayakan Internet. Internet memang membuat kita lebih produktif. Manfaatkan untuk mencari referensi secara cepat dan tepat untuk mendukung skripsi Anda. Bahan-bahan aktual bisa ditemukan lewat Google Scholar atau melalui provider-provider komersial seperti EBSCO atau ProQuest.

Jadilah Proaktif. Dosen pembimbing memang "bertugas" membimbing Anda. Akan tetapi, Anda tidak selalu bisa menggantungkan segalanya pada dosen pembimbing. Selalu bersikaplah proaktif. Mulai dari mencari topik, mengumpulkan bahan, "mengejar" untuk bimbingan, dan seterusnya.

Be Flexible. Skripsi mempunyai tingkat "ketidakpastian" tinggi. Bisa saja skripsi anda sudah setengah jalan tetapi dosen pembimbing meminta Anda untuk mengganti topik. Tidak jarang dosen Anda tiba-tiba membatalkan janji untuk bimbingan pada waktu yang sudah disepakati sebelumnya. Terkadang Anda merasa bahwa kesimpulan/penelitian Anda sudah benar, tetapi dosen Anda merasa sebaliknya. Jadi, tetaplah fleksibel dan tidak usah merasa sakit hati dengan hal-hal yang demikian itu.

Jujur. Sebaiknya jangan menggunakan jasa "pihak ketiga" yang akan membantu membuatkan skripsi untuk Anda atau menolong dalam mengolah data. Skripsi adalah buah tangan Anda sendiri. Kalau dalam perjalanannya Anda benar-benar tidak tahu atau menghadapi kesulitan besar, sampaikan saja kepada dosen pembimbing Anda. Kalau disampaikan dengan tulus, pastilah dengan senang hati ia akan membantu Anda.

Siapkan Duit. Skripsi jelas menghabiskan dana yang cukup lumayan (dengan asumsi tidak ada sponsorships). Mulai dari akses internet, biaya cetak mencetak, ongkos kirim kuesioner, ongkos untuk membeli suvenir bagi responden penelitian, biaya transportasi menuju tempat responden, dan sebagainya. Jangan sampai penulisan skripsi macet hanya karena kehabisan dana. Ironis kan?


Format Skripsi yang Benar

Biasanya, setiap fakultas/universitas sudah menerbitkan acuan/pedoman penulisan hasil penelitian yang baku. Mulai dari penyusunan konten, tebal halaman, jenis kertas dan sampul, hingga ukuran/jenis huruf dan spasi yang digunakan. Akan tetapi, secara umum format hasil penelitian dibagi ke dalam beberapa bagian sebagai berikut.

Pendahuluan. Bagian pertama ini menjelaskan tentang isu penelitian, motivasi yang melandasi penelitian tersebut dilakukan, tujuan yang diharapkan dapat tercapai melalui penelitian ini, dan kontribusi yang akan diberikan dari penelitian ini.

Pengkajian Teori & Pengembangan Hipotesis. Setelah latar belakang penelitian dipaparkan jelas di bab pertama, kemudian dilanjutkan dengan kaji teori dan pengembangan hipotesis. Pastikan bahwa bagian ini align juga dengan bagian sebelumnya. Mengingat banyak juga mahasiswa yang “gagal” menyusun alignment ini. Akibatnya, skripsinya terasa kurang make sense dan nggak nyambung.

Metodologi Penelitian. Berisi penjelasan tentang data yang digunakan, pemodelan empiris yang dipakai, tipe dan rancangan sampel, bagaimana menyeleksi data dan karakter data yang digunakan, model penelitian yang diacu, dan sebagainya.

Hasil Penelitian. Bagian ini memaparkan hasil pengujian hipotesis, biasanya meliputi hasil pengolahan secara statistik, pengujian validitas dan reliabilitas, dan diterima/tidaknya hipotesis yang diajukan.

Penutup. Berisi ringkasan, simpulan, diskusi, keterbatasan, dan saran. Hasil penelitian harus disarikan dan didiskusikan mengapa hasil yang diperoleh begini dan begitu. Anda juga harus menyimpulkan keberhasilan tujuan riset yang dapat dicapai, manakah hipotesis yang didukung/ditolak, keterbatasan apa saja yang mengganggu, juga saran-saran untuk penelitian mendatang akibat dari keterbatasan yang dijumpai pada penelitian ini.

Jangan lupa untuk melakukan proof-reading dan peer-review. Proof-reading dilakukan untuk memastikan tidak ada kesalahan tulis (typo) maupun ketidaksesuaian tata letak penulisan skripsi. Peer-review dilakukan untuk mendapatkan second opinion dari pihak lain yang kompeten. Bisa melalui dosen yang Anda kenal baik (meski bukan dosen pembimbing Anda), kakak kelas/senior Anda, teman-teman Anda yang dirasa kompeten, atau keluarga/orang tua (apabila latar belakang pendidikannya serupa dengan Anda).


Beberapa Kesalahan Pemula dalam membuat Skripsi

Ketidakjelasan Isu. Isu adalah titik awal sebelum melakukan penelitian. Isu seharusnya singkat, jelas, padat, dan mudah dipahami. Isu harus menjelaskan tentang permasalahan, peluang, dan fenomena yang diuji. Faktanya, banyak mahasiswa yang menuliskan isu (atau latar belakang) berlembar-lembar, tetapi sama sekali sulit untuk dipahami.

Tujuan Riset & Tujuan Periset. Tidak jarang mahasiswa menulis “sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar kesarjanaan” sebagai tujuan risetnya. Hal ini adalah kesalahan fatal. Tujuan riset adalah menguji, mengobservasi, atau meneliti fenomena dan permasalahan yang terjadi, bukan untuk mendapatkan gelar S1.

Bab I : Bagian Terpenting. Banyak mahasiswa yang mengira bahwa bagian terpenting dari sebuah skripsi adalah bagian pengujian hipotesis. Banyak yang menderita sindrom ketakutan jika nantinya hipotesis yang diajukan ternyata salah atau ditolak. Padahal, menurut saya, bagian terpenting skripsi adalah Bab I. Logikanya, kalau isu, motivasi, tujuan, dan kontribusi riset bisa dijelaskan secara runtut, biasanya bab-bab berikutnya akan mengikuti dengan sendirinya. (baca juga: Joint Hypotheses)

Padding. Ini adalah fenomena yang sangat sering terjadi. Banyak mahasiswa yang menuliskan terlalu banyak sumber acuan dalam daftar pustaka, walaupun sebenarnya mahasiswa yang bersangkutan hanya menggunakan satu-dua sumber saja. Sebaliknya, banyak juga mahasiswa yang menggunakan beragam acuan dalam skripsinya, tetapi ketika ditelusur ternyata tidak ditemukan dalam daftar acuan.

Joint Hypotheses. Menurut pendekatan saintifik, pengujian hipotesis adalah kombinasi antara fenomena yang diuji dan metode yang digunakan. Dalam melakukan penelitian ingatlah selalu bahwa fenomena yang diuji adalah sesuatu yang menarik dan memungkinkan untuk diuji. Begitu pula dengan metode yang digunakan, haruslah metode yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kalau keduanya terpenuhi, yakinlah bahwa skripsi Anda akan outstanding. Sebaliknya, kalau Anda gagal memenuhi salah satu (atau keduanya), bersiaplah untuk dibantai dan dicecar habis-habisan.

Keterbatasan & Kemalasan. Mahasiswa sering tidak bisa membedakan antara keterbatasan riset dan “kemalasan riset”. Keterbatasan adalah sesuatu hal yang terpaksa tidak dapat terpenuhi (atau tidak dapat dilakukan) karena situasi dan kondisi yang ada. Bukan karena kemalasan periset, ketiadaan dana, atau sempitnya waktu.

Kontribusi Riset. Ini penting (terutama) jika penelitian Anda ditujukan untuk menarik sponsor atau dibiayai dengan dana pihak sponsor. Kontribusi riset selayaknya dijelaskan dengan lugas dan gamblang, termasuk pihak mana saja yang akan mendapatkan manfaat dari penelitian ini, apa korelasinya dengan penelitian yang sedang dilakukan, dan seterusnya. Kegagalan dalam menjelaskan kontribusi riset akan berujung pada kegagalan mendapatkan dana sponsor.


Menghadapi Ujian Skripsi

Benar. Banyak mahasiswa yang benar-benar takut menghadapi ujian skripsi (oral examination). Terlebih lagi, banyak mahasiswa terpilih yang jenius tetapi ternyata gagal dalam menghadapi ujian pendadaran. Di dalam ruang ujian sendiri tidak jarang mahasiswa mengalami ketakutan, grogi, gemetar, berkeringat, yang pada akhirnya menggagalkan ujian yang harus dihadapi.

Setelah menulis skripsi, Anda memang harus mempertahankannya di hadapan dewan penguji. Biasanya dewan penguji terdiri dari satu ketua penguji dan beberapa anggota penguji. Lulus tidaknya Anda dan berapa nilai yang akan Anda peroleh adalah akumulasi dari skor yang diberikan oleh masing-masing penguji. Tiap penguji secara bergantian (terkadang juga keroyokan) akan menanyai Anda tentang skripsi yang sudah Anda buat. Waktu yang diberikan biasanya berkisar antara 30 menit hingga 1 jam.

Ujian skripsi kadang diikuti juga dengan ujian komprehensif yang akan menguji sejauh mana pemahaman Anda akan bidang yang selama ini Anda pelajari. Tentu saja tidak semua mata kuliah diujikan, melainkan hanya mata kuliah inti (core courses) saja dengan beberapa pertanyaan yang spesifik, baik konseptual maupun teknis.

Grogi, cemas, kuatir itu wajar dan manusiawi. Akan tetapi, ujian skripsi sebaiknya tidak perlu disikapi sebagai sesuatu yang terlalu menakutkan. Ujian skripsi adalah "konfirmasi" atas apa yang sudah Anda lakukan. Kalau Anda melakukan sendiri penelitian Anda, tahu betul apa yang Anda lakukan, dan tidak grogi di ruang ujian, bisa dipastikan Anda akan perform well.

Cara terbaik untuk menghadapi ujian skripsi adalah Anda harus tahu betul apa yang Anda lakukan dan apa yang Anda teliti. Siapkan untuk melakukan presentasi. Akan tetapi, tidak perlu Anda paparkan semuanya secara lengkap. Buatlah “lubang jebakan” agar penguji nantinya akan menanyakan pada titik tersebut. Tentu saja, Anda harus siapkan jawabannya dengan baik. Dengan begitu Anda akan tampak outstanding di hadapan dewan penguji.

Juga, ada baiknya beberapa malam sebelum ujian, digiatkan untuk berdoa atau menjalankan sholat tahajud di malam hari. Klise memang. Tapi benar-benar sangat membantu.

Jujur saja, saya (dulu) menyelesaikan skripsi dalam tempo 4 minggu tanpa ada kendala dan kesulitan yang berarti. Dosen pembimbing saya adalah seorang professor dengan jam terbang sangat tinggi. Selama berada dalam ruang ujian, kami lebih banyak berbicara santai sembari sesekali tertawa. Dan Alhamdulillah saya mendapat nilai A.

Bukan. Bukan saya bermaksud sombong, tetapi hanya untuk memotivasi Anda. Kalau saya bisa, seharusnya Anda sekalian pun bisa.

Pasca Ujian Skripsi

Banyak yang mengira, setelah ujian skripsi segalanya selesai. Tinggal revisi, bawa ke tukang jilid/fotokopi, urus administrasi, daftar wisuda, lalu traktir makan teman-teman. Memang benar. Setelah Anda dinyatakan lulus ujian skripsi, Anda sudah berhak menyandang gelar sarjana yang selama ini Anda inginkan.

Faktanya, lulus ujian skripsi saja sebenarnya belum terlalu cukup. Sebenarnya Anda bisa melakukan lebih jauh lagi dengan skripsi Anda. Caranya?

Cara paling gampang adalah memodifikasi dan memperbaiki skripsi Anda untuk kemudian dikirimkan pada media/jurnal publikasi. Cara lain, kalau Anda memang ingin serius terjun di dunia ilmiah, lanjutkan dan kembangkan saja penelitian/skripsi Anda untuk jenjang S2 atau S3. Dengan demikian, kelak akan semakin banyak penelitian dan publikasi yang mudah-mudahan bisa memberi manfaat bagi bangsa ini.

Bukan apa-apa, saya cuma ingin agar bangsa ini bisa lebih cerdas dan arif dalam menciptakan serta mengelola pengetahuan. Sekarang mungkin kita memang tertinggal dari bangsa lain. Akan tetapi, dengan melakukan penelitian, membuat publikasi, dan seterusnya, bangsa ini bisa cepat bangkit mengejar ketertinggalan.

Jadi, menyusun skripsi itu sebenarnya mudah kan?

Selengkapnya...